Kegiatan ini diadakan di Seminari St. Petrus Kanisius Mertoyudan tanggal 20-23 Juni 2011, bertepatan dengan peringatan 100 tahun Seminari Mertoyudan yang jatuh pada 2 Juni 2012. Kegiatan yang bertemakan: Satu Hati, Satu Tekad dan Satu Panggilan ini diikuti oleh 217 seminaris dan 45 pendamping dari 6 seminari menengah se-Jawa Bali. Keenam seminari menengah tersebut adalah: Seminari Wacana Bhakti Jakarta, Seminari Stella Maris Bogor, Seminari St. Petrus Kanisius Mertoyudan, Seminari St. Vincentius a Paulo Garum, Seminari Marianum Probolinggo, dan Seminari Roh Kudus Tuka Bali.
Hari pertama, 20 Juni 2011, dibuka dengan perayaan ekaristi yang dipimpin oleh Mgr. Domi Saku, Pr, Uskup Atambua selaku ketua Komisi Seminari KWI, didampingi oleh Rm. D.G.B. Kusumawanta, Pr, sekretaris Komisi Seminari KWI; Rm. I. Sumarya, SJ, Rektor Seminari Mertoyudan selaku tuan rumah kegiatan ini; Rm. Stef Cahyono, Pr, Rektor Seminari Garum selak kordinator Seminari Menengah se-Jawa Bali; dan Rm. A. Saptana Hadi, Pr selaku Ketua Panitia OC temu seminaris 2011 ini.
Mgr. Domi mengajak para seminaris (formandi) dan pendamping (formatores) sekalian untuk belajar dari sosok Abraham, yang setelah dicobai begitu rupa namun tetap setia kepada Tuhan. Panggilan Abraham adalah sebuah “panggilan terlambat” karena baru pada usia 76 tahun ia dipanggil Tuhan meninggalkan rumah, keluarga dan tanah airnya menuju suatu tempat yang ditentukan Tuhan. Namun tidak ada kata terlambat dalam kamus Tuhan. Ketika dipanggil Abraham hanya membawa tenda-nya (shekinah-Ibrani) yang mudah dibuka pasang. Sebuah symbol kerapuhan dan kesementaraan (impermanensi) hidup kita. Kita semua perlu merenungkan kembali apa saja yang dibawa ketika masuk ke seminari pertama kali. Barang-barang apa saja yang kita nyatakan berharga dan perlu bagi hidup kita?
Bapak Uskup menekankan keprihatinan gereja local, nasional maupun universal akan mendesaknya kebutuhan imam. Para seminaris perlu terus menghidupi keprihatinan ini sehingga ketika saatnya tiba mereka boleh menjawabnya dengan menyediakan diri sebagai imam-imam Tuhan. Beliau menyebut tanah Papua dan Kalimantan sebagai wilayah yang saat ini perlu diperhatikan. Tanpa bantuan dari kita semua mustahil umat katolik di wilayah seluas itu mendampatkan pelayanan gereja.
Dalam malam keakraban, Rm. Saptana, Rm. Wanta, Rm. Cahyono dan Mgr. Domi menggaungkan kembali harapan gereja agar para Seminaris perlu menyiapkan diri dengan sungguh-sungguh untuk menjadi imam-imam harapan Gereja. Embrio kolegialitas di antara para imam dapat diusahakan sejak masih di bangku seminari menengah. Satu hati di dalam Yesus Kristus, Satu Tekad untuk Imamat yang mulia, dan Satu Panggilan untuk berkarya di kebun anggur Tuhan kiranya bukan sekedar slogan kosong, tetapi sesuatu yang perlu dikonkritkan dalam perjuangan selanjutnya.
No comments:
Post a Comment