We sing our committed life ever since the very beginning of our age. We wrote our memories of this place, drew our faces in every corner of its building. We long to go back for that memories and path. Committing to a particular path in life comes more easily when you know what you're committing to and who or what will support you along the way. It's the
beauty of being a SEMINARIAN.

FUND RAISING JAKARTA - 28 & 29 JULY 2012

Sabtu, 28 Juli 2012 sore dan Minggu, 29 Juli 2012, Rm Deni akan memimpin misa 5 kali di Paroki Santa Perawan Maria Blok Q, dan Rm Tanto 4 kali misa di Paroki Aloysius Gonzaga Cijantung Jakarta. Mohon doa dari semua teman sekalian supaya lewat kegiatan ini Seminari Tuka diberkati dengan limpah.

Selamat akhir pekan.

Terima kasih

Saturday, July 28, 2012 (afternoon) and Sunday, July 29, 2012, Rm Deni will lead the mass (five times) in the Parish of the Blessed Virgin Mary Block Q, and Rm Tanto (four times) in the Parish of Aloysius Gonzaga at Cijantung Jakarta. Expecting prayers from all friends so this activity may bring abundant blessings for Seminary Tuka.

Happy weekend.

Thank you

Search This Blog

Gerakan Orang Tua Asuh Seminari Tuka Bali

Gerakan Orang Tua Asuh Seminari Tuka Bali
Let's Participate! Contact: seminaritukabali@gmail.com

Monday, July 4, 2011

Titik Terendah (The Lowest Point)

The Godless life: kehidupan di mana Tuhan tiada. Kita berteriak tetapi Tuhan seperti tuli, membiarkan, dan tidak peduli. Seperti pengalaman Yesus yang merasa ditinggalkan oleh Allah yang disapaNya sebagai Abba (Daddy/Papa). Para philosopher semacam Nietzche, Feurenbach mendeklarasikan God is dead.  Hidup rohani menyebutnya pengalaman kegelapan, kekeringan (desolasi). Buku terakhir tentang Teresa of Calcutta menggambarkan pengalaman gelap Mother of the Poor itu. Pengalaman kegelapan dirasakan oleh banyak orang kudus, seperti Fransiskus Asisi: ketika komunitas yang dibangunnya mulai pecah. Teresa Avilla menulis pengalaman melampaui kegelapan itu dalam buku Interior Castle (Diterjemahkan sebagai Puri Batin). Therese Lesseux mengungkapkan: pada titik terendah Tuhan sebetulnya begitu dekat dengan kita. Namun soalnya, di situ persisnya kita ingin berhenti, putus asa, ingin lari, tidak tahan.
 
Berada di titik terendah si Pemazmur berteriak: “dari jurang yang dalam aku berseru kepadaMu ya Tuhan…” Meskipun dalam dan gelap, ditinggalkan sendiri, dia tetap berteriak memanggil: “Allahku ya Allahku mengapa Engkau meninggalkan aku?” (Mzm 22). Meski seruan itu seperti menyentuh ruang yang kedap, menyisakan echo semata, ia tetap berteriak. Atau mungkin di situ letak pelajaran yang ingin dibagikan? (SW)




No comments:

Post a Comment