We sing our committed life ever since the very beginning of our age. We wrote our memories of this place, drew our faces in every corner of its building. We long to go back for that memories and path. Committing to a particular path in life comes more easily when you know what you're committing to and who or what will support you along the way. It's the
beauty of being a SEMINARIAN.

FUND RAISING JAKARTA - 28 & 29 JULY 2012

Sabtu, 28 Juli 2012 sore dan Minggu, 29 Juli 2012, Rm Deni akan memimpin misa 5 kali di Paroki Santa Perawan Maria Blok Q, dan Rm Tanto 4 kali misa di Paroki Aloysius Gonzaga Cijantung Jakarta. Mohon doa dari semua teman sekalian supaya lewat kegiatan ini Seminari Tuka diberkati dengan limpah.

Selamat akhir pekan.

Terima kasih

Saturday, July 28, 2012 (afternoon) and Sunday, July 29, 2012, Rm Deni will lead the mass (five times) in the Parish of the Blessed Virgin Mary Block Q, and Rm Tanto (four times) in the Parish of Aloysius Gonzaga at Cijantung Jakarta. Expecting prayers from all friends so this activity may bring abundant blessings for Seminary Tuka.

Happy weekend.

Thank you

Search This Blog

Gerakan Orang Tua Asuh Seminari Tuka Bali

Gerakan Orang Tua Asuh Seminari Tuka Bali
Let's Participate! Contact: seminaritukabali@gmail.com

Sunday, August 14, 2011

Feast of the Assumption


Pope Benedict XVI wrote that "precisely because Mary is with God and in God, she is very close to each one of us. While she lived on this earth she could only be close to a few people. Being in God, who is actually 'within' all of us. Mary shares in this closeness of God. "Our Lady knows our hearts, can hear our prayers, can help us with her motherly kindness. She always listens to us and being Mother of the Son, participates in the power of the Son and in His goodness. We can always entrust the whole of our lives to this Mother.
"The Blessed Mother's birth into heaven generates in us "an ever new capacity to await God's future" (Blessed John Paul II).

Tuesday, August 9, 2011

Be A Cheerful Giver


10 Agustus adalah Pesta St. Lauresius, seorang Diakon yang gagah berani dan dekat dengan para miskin. Bacaan misa hari ini diambil dari 2 Kor 9:6-10: "…Each one should give what he has decided in his own mind, not grudgingly or because he is made to, FOR GOD LOVES A CHEERFUL GIVER. And there is no limit to the blessings which God can send you— he will make sure that you will always have you need for yourselves…" Kata-kata itu begitu kuat dan secara kebetulan saya mendapat kiriman tulisan dari Rm. Markus Marlon MSC tentang MEMBERI. Sesuatu yang mengingatkan saya dengan semangat BERBAGI  yang didengungkan akhir-akhir ini. Betapa indahnya "memberi dan berbagi." Berikut tulisan Rm. Marlon yang merupakan permenungannya untuk memperkaya kita semua.

charles dickens
Charles Dickens (1812 – 1870) novelis Inggris dalam Great Expectations,  menceriterakan Pip kecil yang memberi roti yang sedang kelaparan kepada tawanan, yaitu Magwitch  yang divonis hukuman mati. Namun dalam perjalanan hidup selanjutnya, Pip bertumbuh dewasa dan mendapatkan  bantuan dari  donatur yang tidak dikenal. Berkat dana yang jumlahnya tidak kecil itu, Pip akhirnya menjadi orang yang sukses dan hidup dalam level papan atas. Menjelang akhir hayatnya, Magwitch mengaku bahwa dialah orang yang  memberi dana kepada Pip, karena ketika dirinya susah, hanya Pip lah yang mau menolongnya, meskipun hanya memberikan sepotong roti saja. Pemberian – meskipun kecil – amat berguna bagi yang membutuhkannya. Bahkan ada ungkapan yang mengatakan bahwa memberi sesuatu kepada orang lain tanpa menunda sama dengan memberi dua kali. Bukan hanya yang menerima yang bahagia dengan pemberian itu, tetapi juga yang memberi juga mengalami kebahagiaan, karena bisa berbagi rezeki dengan yang lain. 




Mother Teresa with armless kid
Teresa dari Kalkuta (1910 – 1997)  adalah pribadi yang suka memberi. Sewaktu kecil, ia “belajar memberi”  dari ibunya yang bernama Dranafile yang dalam bahasa Albania berarti bunga mawar. Dwiyani Christy dalam Mother Teresa: Melayani Yang Termiskin  Dari Yang Miskin, melukiskan bahwa keluarga Bojaxhiu kerap mengundang orang-orang yang miskin, terlantar dan kekurangan. Pengalaman-pengalaman inilah yang menjadi dasar yang kuat bagi Teresa kecil untuk berkarya di kemudian hari. Mother Teresa pernah berkata, “Saya amat terharu dengan orang-orang miskin di Kalkuta. Ketika saya memberikan 1 kg beras kepada orang muslim, tidak lama kemudian orang itu pergi ke tetangganya dan memberikan 1Ž2 kg berasnya kepada orang Hindhu.” Pengalaman Mother Teresa ini tentu saja bisa membuat bibir kita berdecak kagum.

Kebanyakan orang enggan berbagi sesuatu kepada orang lain, karena kepemilikannya pun  akan berkurang. Tetapi lain dengan berbagi kebahagiaan, maka kebahagiaan itu akan berlipat ganda. Hati yang bahagia karena sedang mujur, sukses atau mendapatkan rezeki, perlu kita bagikan kepada orang lain. Setiap budaya mengenal yang namanya upacara syukuran. Bersyukur atas kebaikan Tuhan atas rezeki dan keselamatan keluarga. Pengalaman itulah yang dalam upacara Budaya Minahasa terkenal dengan pengucapan. Orang  mengadakan pengucapan karena telah diberi banyak berkat dari Tuhan dan dari sana pula berkat itu pun dibagi-bagikan. Yesus mengajar kita untuk berbagi berkat,

“Yesus menengadah  ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikanya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya membagi-bagikannya kepada orang banyak” (Mat 14: 19). Kisah nabi Elia tentang si janda di Sarfat yang hanya memiliki segenggam tepung  untuk dirinya sendiri dan anaknya – karena musim kering. Pada awalnya, ketika si janda diminta untuk memberikan sebagian makanannya, tetapi ada keraguan dalam dirinya. Nabi Elia berkata, “Sebab beginilah firman Tuhan, Allah Israel, tepung dalam tempayan itu tidak akan habis dan minyak dalam buli-buli itu pun tidak akan berkurang sampai pada waktu Tuhan memberi  hujan ke atas muka bumi” (1 Raj. 17: 14).

Cami Walker dalam Keajaiban Memberi menerangkan bahwa dengan memberi sesuatu kepada orang lain, ternyata akan memberikan pula kesehatan sang pemberi. Memberi serupa dengan tindakan positif yang akan berdampak pada energi kehidupan.  Orang China mengenal istilah  cincai. Orang yang mudah memberi itu  tidak terlalu perhitungan. Anehnya dan memang nyata,  orang-orang yang mudah memberi juga mudah mendapat. Dari sudut pandang Firman Tuhan ini disebut hukum tabur tuai.

“Dan setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal” (Mat 19: 29).



William James Sidis
Sebaliknya orang yang pelit dan terlalu banyak perhitungan baik dengan Tuhan maupun sesama, maka berkat juga sulit turun untuk orang-orang seperti ini.  William James Sidis adalah seorang genius Amerika.  Ia memiliki IQ tertinggi, melebihi Leonardo da Vinci (1454 – 1519) dan  John Suart Mill (1806 – 1873). Pada usia 16 tahun dia sudah menjadi guru besar. Tetapi dia memiliki kehidupan yang tragis. Pada usia muda ia meninggal dunia dan namanya hilang seturut berjalannya waktu. Daya intelektualnya yang tinggi tidak dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat manusia.ia pelit mendarmabaktikan ilmu pengetahuannya. Sebaliknya, para contributor pengetahuan kepada banyak orang akan menemukan hidup yang penuh (fully human, fully alive), karena hidup mereka berguna bagi banyak orang. Tetapi tidak jarang kita menemui orang yang  pelit dan “penuh perhitungan”. Segala sesuatunya diperhitungan dengan uang. Di sanalah muncul ungkapan, “mata duitan.” Orang tersebut diminta untuk melayat tetangganya, tetapi jawabnya adalah rugi waktu. Diminta untuk mengangkat barang temannya tetapi dia berkata, “rugi tenaga”. Di Gereja harus mengeluarkan uang untuk kolekte, dia berkata, “rugi uang.” Orang semacam ini memiliki mental miskin. Meskipun dari segi materi, dirinya kecukupan, namun tetap merasa kurang dan kurang. Lebih lagi, dia menerapkan prinsip, do ut des yang artinya memberi supaya mendapatkan atau memberi dengan pamrih. 


Jansen Sinamo


Jansen Sinamo dalam Korupsi  dan Keluhuran memberikan ilustrasi bahwa alam semesta itu memberikan kepada manusia sesuatu yang seimbang. Alam tidak pernah korupsi. Ekektron, misalnya hanya bersedia menerima jatah energi yang sudah ditetapkan alam baginya sebesar kelipatan bulat konstanta Planck (Kompas, 4 Juni 2011). Alam bekerja dengan prinsip “secukupnya”, tidak berlebihan dan tidak berkekurangan. Mahatma Gandhi ( 1869 – 1948), pernah mengatakan bahwa dunia ini memberikan rezeki yang berlebihan kepada semua umat manusia yang bersyukur, namun tidak cukup bagi satu orang yang serakah. Beberapa abad  sebelum Mahatma Gandhi lahir, Horatius (,,,,,) pernah berkata, “Semper avarus eget” yang artinya orang yang serakah  selalu menuntut. Alam semesta memberikan yang terbaik kepada umat manusia. Tetapi eksploitasi alam semesta pada akhirnya mencelakakan penghuni planet itu sendiri. Banjir dan  global warming  serta penggundulan hutan adalah beberapa kejadian dari keserakahan umat manusia. Pengalaman memberi memang sungguh indah. Belum lama ini saya berjalan-jalan di Pantai Kalasey dengan seorang tamu dari luar kota. Sore hari itu saya mengajak tamuku untuk melihat sunset. Ketika detik-detik, matahari akan kembali ke peraduannya, tamu itu berkata kepada saya, “Sahabat, terima kasih atas pemandangan indah yang engkau berikan kepada saya.” Saya malu, karena tidak memberikan sesuatu pun kepada tamuku itu, tetapi serentak menyetujui bahwa saya telah “memberi sesuatu”  kepada tamuku itu. 

Menjadi imam? Atau .... ?

Pengambilan keputusan dapat dianggap sebagai proses mental (kognitif proses) yang dihasilkan dari pemilihan suatu tindakan di antara beberapa alternatif skenario yang ada. Setiap proses pengambilan keputusan akan menghasilkan pilihan akhir. Output-nya dapat berupa suatu tindakan atau berupa pilihan lagi.


Kemampuan manusia untuk mengambil sebuah keputusan, akhir-akhir ini menjadi sebuah subyek penelitian dari berbagai macam pendekatan. Dari perspektif psikologi, keputusan yang diambil oleh seseorang terkait dengan adanya serangkaian kebutuhan, keinginan-keinginan serta nilai-nilai apa yang sebenarnya mereka cari. Dari perspektif kognitif, proses pengambilan keputusan harus dianggap sebagai proses berkelanjutan yang terintegrasi dengan adanya interaksi dengan lingkungan. Sementara dari perspektif normatif, analisis keputusan individual berkaitan dengan logika, rasionalitas pengambilan keputusan dan kemana arah yang ingin diambil dari keputusan tersebut.


Intinya, mengambil keputusan bukanlah hal yang mudah. Demikian juga halnya yang saat ini dialami oleh ke-13 orang seminaris. Mereka sedang duduk di kelas akhir dan harus membuat keputusan untuk masa depannya. Menjadi imam? Atau tidak menjadi imam?


Dua anak menyatakan pasti melanjutkan pendidikannya untuk menjadi imam. Sementara 11 orang lainnya ragu-ragu. Penyebab keragu-raguan ini bermacam-macam. Keraguan dari diri sendiri (hal yang sangat biasa terjadi) dan keragu-raguan karena sebab lain.


Dari hasil pembicaraan kami dengan mereka, ada yang menyatakan tidak mendapat dukungan dari orang tua, karena sebagai si sulung mereka diminta untuk bisa membantu membiayai adik-adik mereka ketika orang tuanya memasuki masa pensiun. Ada juga yang orang tuanya mengharapkan mereka menjadi imam, sementara mereka sendiri merasa tidak memiliki kemampuan untuk itu.


Kami harus menyatakan bahwa ke-13 anak ini adalah sekelompok anak-anak yang luarbiasa. Seperti Samuel yang kebingungan untuk memilih salah satu dari tujuh orang putra Isai, demikianlah beban berat yang kami rasakan saat ini. Masalah utama yang ada adalah, apapun keputusan yang diambil adalah merupakan kebebasan mutlak pada setiap anak untuk menjatuhkan pilihannya. Lanjut ke jenjang panggilan imamat berikutnya, ataukah berbelok mengambil jalan hidup yang lain?


Sebagai pembimbing mereka, kami hanya bisa berdoa dan terus memotivasi mereka; mengurangi berbagai macam keraguan yang ada dan memberikan cara pandang yang benar melalui berbagai macam perspektif supaya mereka terbantu untuk membuat keputusan dan tidak salah memilih jalan hidupnya.


Bagi kami sebagai pembimbing, adalah tugas kami untuk membantu melahirkan anak-anak rohani yang tangguh yang kelak diharapkan menjadi imam-imam masa depan.


Bawalah kami dan ke-13 anak-anak yang luar biasa ini dalam doa-doa Anda, sehingga mereka benar-benar tersentuh oleh tangan Tuhan untuk memenuhi panggilanNya menjadi imam-imamnya.


The Beautiful Hands of a Priest


We need them in life's early morning,
We need them again at its close;
We feel their warm clasp of true friendship,
We seek them when tasting life's woes.
At the altar each day we behold them,
And the hands of a king on his throne
Are not equal to them in their greatness;
Their dignity stands all alone;
And when we are tempted and wander,
To pathways of shame and of sin,
It's the hand of a priest that will absolve us--
Not once, but again and again.
And when we are taking life's partner,
Other hands may prepare us a feast,
But the hand that will bless and unite us--
Is the beautiful hand of a priest.
God bless them and keep them all holy,
For the Host which their fingers caress;
When can a poor sinner do better,
Than to ask Him to guide thee and bless?
When the hour of death comes upon us,
May our courage and strength be increased,
By seeing raised over us in blessing--
The beautiful hands of a priest.


Catatan – Jumat Pertama, 5 Agustus 2011

Monday, August 8, 2011

Melintasi Arus Kehidupan

Semingguan ini kita banyak berdialog tentang MASA DEPAN. Secara sadar kita menyiapkan sebuah masa depan. Masa depan itu kita angankan sebagai dunia yang lebih baik, lebih berkeadaban, masyarakat Tuhan (bonum commune, transformasi sosial, adil makmur). Maka kita mulai merancangnya dengan apa yang bisa kita lakukan dalam scope jangkauan kita yakni dalam pekerjaan, kehidupan sosial, terutama kehidupan keluarga kita. Masa depan “tanah terjanji” itu mungkin tak pernah akan kita masuki seperti nasib Musa, tapi bisa kita siapkan lewat anak-anak kita. Merekalah tangan-tangan kita untuk menjangkau masa depan itu. Para fighters and warriors yang kita siapkan untuk mewujudkan visi serta the promised land itu. 
Maka segala daya, tenaga, pikiran dan dana kita arahkan ke sana. We long to send them to the best schools and universities. Shortly, in our opinion, education is number one priority in other to equip them to pursue the future. Only through the best education we can shape the future.  But, education is one thing, what we are afraid of is to compete with so many waves of contemporary ideologies. The gigantic secular life with its conviction and belief that produce a Godless society. Berbagai macam paham dan keyakinan bukan lagi seputar agama-agama tetapi justru gaya hidup yang merebut pikiran dan hati anak-anak kita untuk gambaran ideal yang jauh dan bahkan bertentangan sekali dengan impian kita.
Kita mengamini yang dikatakan James Allen: “Dream! And if you can hold your dream in your heart, you can have it in your hand!" Kesempatan dan jalan akan terbuka serta dana akan datang sendirinya bagi orang yang meyakini impiannya. Karena itu kita tanamkan kepada anak-anak kita untuk terus berani bermimpi dan bercita-cita. Kami sendiri sedang sport jantung menghadapi ke-13 siswa kelas III SMA yang akan memutuskan pilihannya. Harapan kita lebih banyak yang melanjutkan menjadi imam. Seorang imam yang subur adalah imam yang melahirkan semakin banyak anak-anak rohani juga imam-imam masa depan. Kami tak ingin menjadi imam yang mandul seperti Nadab dan Abihu, kedua anak Harun yang akhirnya dibakar hangus oleh Tuhan (Im 10:1-2). Tapi masalahnya: tsunami dan badai paham-paham dunia yang menyesatkan begitu kuat membelit kita hari-hari ini. Kapitalisme yang rakus, materialism yang hedonis merampok habis segala kesenangan untuk hari ini, sekularisme yang menyingkirkan Tuhan dan hanya meyakini kekuatan diri adalah istilah lain dari egoisme dan ateisme modern. Paham itu hadir dan disebarkan bukan lewat para guru dan rahib mereka di ruang kelas, tapi lewat berbagai gaya hidup yang memikat tapi menjerumuskan. Kita tak bermaksud mengajar anak-anak untuk memusuhi dan menjauhi dunia, tapi justru untuk mengubahnya menjadi tempat yang penuh berkat serta tanda sacramental kehadiran Tuhan.
Mat 14:22-33 (Injil Minggu Biasa XIX/A)
Injil hari ini berkisah tentang Yesus yang berjalan di atas air. Apa arti "berjalan di atas air"? Dipakai kata yang harfiahnya berarti "berjalan mondar mandir", seperti sedang berjalan-jalan santai di taman. Juga ada makna serta "berinteraksi" dengan keadaan dengan tenang dan enak. Dahulu para guru Yahudi sering diceritakan mengajarkan prinsip-prinsip etika kepada para murid mereka sambil "berjalan-jalan", sering tidak dalam arti mondar mandir melangkahkan kaki, melainkan menelusuri pelbagai gagasan, teori, serta pemikiran leluhur dan para cerdik pandai. Begitulah asal usul pengajaran yang biasa dikenal sebagai "halakha", yakni penjelasan yang diturun-temurunkan mengenai hukum dan agama. Diajarkan bagaimana menelusuri perkara-perkara kehidupan dengan santai tapi waspada, tidak tegang dan terpancang pada satu hal saja. Seorang ahli dapat dengan enak meniti arus-arus pemikiran tanpa terhanyut.





Murid-murid melihat ada sosok yang menguasai gerakan-gerakan gelombang. Yesus tidak menggilasnya. Juga pada kesempatan lain ketika menghardik angin dan danau (Mat 8:26 Mrk 4:39 Luk 8:24), Ia cukup menyuruh mereka diam. Itulah tempat mereka yang sebenarnya di hadapan keilahian. Sekarang Yesus malah tidak memakai kata-kata. Ia leluasa berjalan di atas kekuatan-kekuatan itu. Kenyataan-kenyataan yang bisa mengacaukan tidak menggentarkannya. Malah mereka dijinakkan. Ini semua dilihat para murid. Namun mereka tidak serta-merta mengenali siapa Dia itu yang bertindak demikian. Sosok ini datang dari Yang Ilahi atau dari yang jahat? Begitulah cara mereka membeda-bedakan. Tak banyak menolong. Yesus menenangkan dan menyuruh mereka melihat baik-baik bahwa Dialah yang ada di situ. Tak perlu lagi risau akan kekuatan-kekuatan yang menakutkan yang sebenarnya semu dan justru akan benar-benar membahayakan bila dianggap sungguh. Yesus hendak mengajarkan kebijaksanaan yang dihayatinya sendiri. Di padang gurun ia berhasil melewati godaan Iblis dengan budi yang terang, bukan dengan balik menghantam. Pembaca yang jeli akan menghubungkan ketenanganNya itu dengan tindakanNya sebelum datang kepada murid-muridnya: Ia pergi menyendiri dan berdoa, meluruskan serta membangun hubungan dengan keilahian dalam ketenangan. Itulah sumber kebijaksanaanNya.


Ayub 9:8 menyebut Allah yang Mahakuasa "membentangkan langit", dan "berjalan melangkah di atas gelombang-gelombang laut", artinya menguasai kekuatan-kekuatan yang tak terperikan dahsyatnya. Tidak dengan meniadakannya, melainkan dengan mengendalikannya. Ia mengatur alam yang dahsyat itu dengan kebijaksanaaNya. Yesus menyelaraskan diri dengan Yang Mahakuasa yang demikian itu. Ia tetap mengarahkan diri kepadaNya. Dan menurut Matius, nanti pada akhir kisah ini, para murid mengakuinya, "Sesungguhnya Engkau itu Anak Allah." Mereka mulai paham bahwa Yesus membawa keilahian dalam dirinya.
To be the friend of Jesus
To provide the best education for our kids is A MUST. Tapi mengecilkan pengaruh gelombang paham-paham modern adalah sebuah kesembronoan yang berakibat fatal. Apakah ketakutan kita terhadapnya sesuatu yang perlu? Simak saja: Yesus sendiri berdoa bagi murid-muridNya. "Aku tidak meminta supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari pada yang jahat" (Yoh 17:15). Yesus tahu bahwa para muridNya masih akan ada di dunia yang sarat dengan godaan yang menjerumuskan dan bakal menjauhkan kita dariNya. Kepada Petrus, Yesus bersabda: “Simon, Simon, lihat, Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu”  (Luk 22:31-32).  Dalam surat-suratnya Paulus banyak kali menyebutkan bahwa dia berdoa dengan sungguh-sungguh bagi umatnya, karena ada banyak ajaran dan paham yang menyesatkan. Maka tugas kita selain providing the best education, tak bioleh melupakan tugas utama yang lebih penting to bring them close to Jesus. Only with Jesus we can shape a better future, melintasi arus dan gelombang badai jaman. Hanya Dia yang bisa menaklukkan berbagai gelombang itu. Dia tidak mengajak kita untuk memusuhi dunia, tapi untuk menaklukkan dan mengendalikannya. 
Minggu 7 Agustus 2011 siang Mgr. Camilus dari Department of Evangelisation Vatican yang selama 16 tahun mengurusi wilayah Indonesia berkunjung ke Seminari Tuka. Beliau menekankan kepada para seminaris: "...our main goal is to be close to Jesus, and only then we can be friend of Jesus, and then we can live His life and mission. How to bring our kids to be closer to Jesus? We spend time with them, to teach them about Jesus, to help them to know Jesus through Bible and Sacraments, especially the Sacrament of Holy Eucharist, the meditation in front of the Blessed Sacrament!"
Jesus never promises about an easy way, but He does promise to be with us always! Be strong, courage! Man and woman of God!

Tuesday, August 2, 2011

Five Loaves and Two Fishes - United Nation calls for more funds to save lives across Horn of Africa

PBB menyerukan gerakan untuk mengumpulkan lebih banyak dana untuk mengatasi kelaparan di Semenanjung Afrika. Kelaparan yang terjadi begitu hebat dan mengenaskan, sementara di bagian lain bumi makanan begitu berlimpah.



Dalam artikel pada websitenya tertanggal 2 Agustus 2011, Unicef menyerukan untuk mengurangi biaya kargo ke Semenanjung Afrika. Biaya kargo untuk mengirimkan bahan pangan terkadang sama dengan harga bahan makanan yang dikirim, demikian Marixie Mercado - juru bicara Unicef menjelaskan dalam sebuah konferensi pers di Jenewa.


Bunda Teresa mengatakan kalau kita tidak bisa memberi makan seratus orang, berilah makan satu orang dulu. Mungkin kita tidak perlu melihat jauh-jauh ke Semenanjung Afrika, jika melihat dengan seksama di sekeliling kita pun, kita bisa menemukan orang-orang yang memerlukan bantuan. Mungkin ada orang-orang di sekitar kita seperti cerita dalam klip berikut ini?






Ketika kita mensyukuri apa yang kita miliki, dan menyadari bahwa apa yang kita miliki adalah HADIAH dari Tuhan, meskipun kita mengusahakannya, maka semestinya kita tergerak untuk membagikan apa yang sebenarnya BUKAN benar-benar menjadi milik kita. Seperti halnya Yesus yang tergerak oleh rasa kasih untuk memberi makan 5.000 orang (Matius 14: 15 - 21


Perikop itu menjadi inspirasi bagi seorang Corrinne May untuk menggubah sebuah lagu indah dengan judul yang sama "Five Loaves and Two Fishes. 
Corrinne May, terlahir 19 Januari 1973 di Singapura, merupakan seorang penulis dan penyanyi yang berbakat, saat ini menetap di Los Angeles.


Belajar piano klasik sejak berusia 5 tahun, dan berlanjut hingga usianya yang ke 17. 
Dalam official websitenya (www.corrinnemay.com) ia mengakui sangat sulit untuk mempelajari musik klasik dan lebih memilih memainkan musik-musik popular daripada melatih tangga nada.
Lulus dari Berklee College of Music, ia mengambil jurusan songwriting dan film scoring.


Simaklah rekaman lagu indah Corrinne May berikut ini, dan resapi benar-benar syair lagunya. Mudah-mudahan kita semua tergerak untuk saling berbagi, meringankan beban sesama kita.

SEMOGA




Five Loaves And Two Fishes


A little boy of thirteen was on his way to school
He heard a crowd of people laughing and he went to take a look
Thousands were listening to the stories of one man
He spoke with such wisdom, even the kids could understand

The hours passed so quickly, the day turned to night
Everyone was hungry but there was no food in sight
The boy looked in his lunchbox at the little that he had
He wasn't sure what good it'd do, there were thousands to be fed

But he saw the twinkling eyes of Jesus
The kindness in His smile
And the boy cried out
With the trust of a child
he said:

"Take my five loaves and two fishes
Do with it as you will
I surrender
Take my fears and my inhibitions
All my burdens, my ambitions
You can use it all to feed them all"

I often think about that boy when I'm feeling small
And I worry that the work I do means nothing at all

But every single tear I cry is a diamond in His hands
And every door that slams in my face, I will offer up in prayer

So I'll give you every breath that I have
Oh Lord, you can work miracles
All that you need is my "Amen"

So take my five loaves and two fishes
Do with it as you will
I surrender
Take my fears and my inhibitions
All my burdens, my ambitions
You can use it all
I hope it's not too small

I trust in you
I trust in you

So take my five loaves and two fishes
Do with it as you will
I surrender
Take my fears and my inhibitions
All my burdens, my ambitions
You can use it all
No gift is too small