We sing our committed life ever since the very beginning of our age. We wrote our memories of this place, drew our faces in every corner of its building. We long to go back for that memories and path. Committing to a particular path in life comes more easily when you know what you're committing to and who or what will support you along the way. It's the
beauty of being a SEMINARIAN.

FUND RAISING JAKARTA - 28 & 29 JULY 2012

Sabtu, 28 Juli 2012 sore dan Minggu, 29 Juli 2012, Rm Deni akan memimpin misa 5 kali di Paroki Santa Perawan Maria Blok Q, dan Rm Tanto 4 kali misa di Paroki Aloysius Gonzaga Cijantung Jakarta. Mohon doa dari semua teman sekalian supaya lewat kegiatan ini Seminari Tuka diberkati dengan limpah.

Selamat akhir pekan.

Terima kasih

Saturday, July 28, 2012 (afternoon) and Sunday, July 29, 2012, Rm Deni will lead the mass (five times) in the Parish of the Blessed Virgin Mary Block Q, and Rm Tanto (four times) in the Parish of Aloysius Gonzaga at Cijantung Jakarta. Expecting prayers from all friends so this activity may bring abundant blessings for Seminary Tuka.

Happy weekend.

Thank you

Search This Blog

Gerakan Orang Tua Asuh Seminari Tuka Bali

Gerakan Orang Tua Asuh Seminari Tuka Bali
Let's Participate! Contact: seminaritukabali@gmail.com

Sunday, July 3, 2011

Menggendong


SEORANG perempuan menggendong bayi: salah satu lukisan relief di Basilica de Lourdes yang sempat kurekam. Gambar yang biasa bagi mata kebanyakan kita khususnya di masa-masa Natal. Bukan pigura bunga dan bayi-bayi bersayap itu yang mengundang perhatianku. Sebab bayi-bayi telanjang, sayap, dan awan adalah proyeksi gereja yang hidup di dunia antah berantah, mengambang di udara, dan tidak membumi. Itulah ciri khas wajah gereja Abad Pertengahan. Gereja yang kemaruk oleh kuasa dan harta benda. Gereja yang hidup dalam menara gading, berumah di angin, dan jauh dari realita orang kebanyakan.


Aku pun tak tertarik dengan gambar perempuan keibuan dengan payudara montok menyimbolkan kesuburan. Sebab perempuan dalam gambar itu lebih sebagai figur yang berperan dalam reproduksi biologis. Karena peran perempuan pada Abad Pertengahan direduksi ke wilayah domestik dan sexual reproduksi.


Aku justru terkesan dengan tindakan menggendong dalam gambar itu. Entah mengapa aku tertarik. Kukira tak ada kaitannya dengan membantu menarik dan mengangkat beberapa orang tua dalam kursi roda, saat pendakian yang licin karena hujan di City of the Poor. Namun aku ingat satu hal. Sejak pertama datang di Lourdes, aku berjumpa seorang gadis di ruang makan hotel. Senyumnya manis, dan dia terbilang muda di antara para tamu Jeanne d'Ark hotel tempatku menginap. Sebuah hotel bintang tiga yang selalu identik dengan peziarah dari Irlandia. Kami tak pernah bicara, hanya sekedar tegur sapa bila bersua di koridor atau bar hotel. Sekedar mengucapkan selamat pagi atau malam, atau berhai ria. Aku melambai padanya ketika pesawat mendarat kembali di Dublin. Pikirku, itulah lambaian terakhir untuknya.


Tanpa diduga dia muncul kembali dalam airport bus sebagai penumpang terakhir. Kembali kami saling menyapa. Dan ia duduk di sebelahku memulai percakapan. Pembicaraan yang mengesan sehingga ada janji untuk bisa bertemu kembali sekedar menikmati teh atau lunch merampungkan segala cerita yang tak sempat terucapkan. Tapi kutahu sejak itu aku selalu terbangun dengan wajahnya di kepalaku. Kutak tahu banyak siapa dia. Dan aku tak berani untuk menelponnya sekedar mendengar suaranya atau menanyakan kabarnya. Kini aku mengerti saat teringat kembali gambar perempuan menggendong bayi di salah satu dinding Basilica.


Semula Zen yang memulai kisahnya: Dua rahib beriring, tiba di tepi sungai dan menemukan jembatan telah rusak. Terpaksa mereka harus memotong arus menyeberangi sungai itu. Namun seorang perempuan cantik tengah tertahan di kaki jembatan rusak itu tak bisa menyeberang.


Rahib yang tua itu menawarkan diri menggendong perempuan cantik itu menyeberangi sungai dipunggungnya. Ia mau. Rahib muda terkejut, begitu kaget oleh ulah tindakan rahib tua. "Lhooo, kok saudara murid yang tua ini boleh menggendong seorang gadis, padahal kami ini harusnya kan musti menghindari segala keintiman dengan perempuan?" pikirnya, tapi ia tinggal diam.


Rahib tua menggendong gadis itu menyeberangi sungai dan rahib muda mengikuti dari belakang, cemberut dan kurang senang hati. Setelah menyeberang, rahib tua pun menurunkan perempuan itu dan mereka berpisah darinya. Di sepanjang jalan, selama jarak bermil-mil, rahib muda masih sangat tidak senang dengan perbuatan rahib besar itu.


Ia membuat segala macam tuduhan-tuduhan terhadap rahib tua, mengisi otaknya dengan segala khayalan. Ini membuatnya makin marah dan kian mengamuk. Tapi masih saja dia bisa berdiam menahan diri. Dan rahib tuapun juga tidak berniat menerangkan situasinya. Akhirnya, pada suatu tempat istirahat, setelah lewat berjam-jam [saling membisu], rahib muda sudah tak tahan lagi, meledaklah ia penuh amarah, mengamuk pada rahib tua itu.


"Bagaimana kau bisa menyebut dirimu seorang rahib yang taat dan saleh, kalau kau langsung manfaatkan kesempatan pertama untuk menyentuh seorang perempuan, lebih-lebih dan apalagi kalau dia begitu cantik? Segala ajaranmu kepadaku membuatmu menjadi seorang munafik besar." Rahib tua itu cuma melihat penuh pertanyaan dan terpana dan berkata, "Aku berjam-jam yang lalu sudah menurunkan perempuan cantik itu jauh di tepi sungai itu, kok kau masih menggendong dan membawanya sampai sekarang?"


Dongeng Zen Cina yang amat kuno ini masih memantulkan cara pikir banyak orang hari ini. Kita menjumpai banyak hal-hal tak menyenangkan di dalam hidup kita, semuanya mengganggu dan membuat kita marah. Terkadang, mereka amat menyakitkan, kadang-kadang membuat kita merasa pahit atau iri hati. Seperti rahib muda itu, kita tidak ingin melepaskannya pergi.


Kita tetap masih saja menggendong karung "perempuan cantik" tadi. Kita membiarkan mereka semuanya datang kembali untuk menyakiti kita, membuat kita marah, membuat kita pahit dan menyebabkan banyak sekali derita. Mengapa? Sederhana sekali, ya karena kita sendiri yang tak mau menurunkan dan membiarkan pergi beban karung "perempuan cantik" itu.


Kita harus langsung menurunkan perempuan cantik itu, membiarkannya pergi segera setelah kita sudah menyeberangi sungai itu, langsung segera setelah hal yang tak menyenangkan terjadi. Inipun akan segera menghilangkan segala rasa derita sakit. Sudah tidak perlu untuk terus merasa sakit oleh peristiwa tak menyenangkan yang sudah terjadi. “Datang padaKu kalian semua yang letih lesu dan berbeban berat karena aku akan memberikan kepadamu kelegaan. Belajarlah daripadaKu, sebab aku lemah lembut dan bebanKu pun ringan!” (SW)




No comments:

Post a Comment