Semingguan ini kita banyak berdialog tentang MASA DEPAN. Secara sadar kita menyiapkan sebuah masa depan. Masa depan itu kita angankan sebagai dunia yang lebih baik, lebih berkeadaban, masyarakat Tuhan (bonum commune, transformasi sosial, adil makmur). Maka kita mulai merancangnya dengan apa yang bisa kita lakukan dalam scope jangkauan kita yakni dalam pekerjaan, kehidupan sosial, terutama kehidupan keluarga kita. Masa depan “tanah terjanji” itu mungkin tak pernah akan kita masuki seperti nasib Musa, tapi bisa kita siapkan lewat anak-anak kita. Merekalah tangan-tangan kita untuk menjangkau masa depan itu. Para fighters and warriors yang kita siapkan untuk mewujudkan visi serta the promised land itu.
Maka segala daya, tenaga, pikiran dan dana kita arahkan ke sana. We long to send them to the best schools and universities. Shortly, in our opinion, education is number one priority in other to equip them to pursue the future. Only through the best education we can shape the future. But, education is one thing, what we are afraid of is to compete with so many waves of contemporary ideologies. The gigantic secular life with its conviction and belief that produce a Godless society. Berbagai macam paham dan keyakinan bukan lagi seputar agama-agama tetapi justru gaya hidup yang merebut pikiran dan hati anak-anak kita untuk gambaran ideal yang jauh dan bahkan bertentangan sekali dengan impian kita.
Kita mengamini yang dikatakan James Allen: “Dream! And if you can hold your dream in your heart, you can have it in your hand!" Kesempatan dan jalan akan terbuka serta dana akan datang sendirinya bagi orang yang meyakini impiannya. Karena itu kita tanamkan kepada anak-anak kita untuk terus berani bermimpi dan bercita-cita. Kami sendiri sedang sport jantung menghadapi ke-13 siswa kelas III SMA yang akan memutuskan pilihannya. Harapan kita lebih banyak yang melanjutkan menjadi imam. Seorang imam yang subur adalah imam yang melahirkan semakin banyak anak-anak rohani juga imam-imam masa depan. Kami tak ingin menjadi imam yang mandul seperti Nadab dan Abihu, kedua anak Harun yang akhirnya dibakar hangus oleh Tuhan (Im 10:1-2). Tapi masalahnya: tsunami dan badai paham-paham dunia yang menyesatkan begitu kuat membelit kita hari-hari ini. Kapitalisme yang rakus, materialism yang hedonis merampok habis segala kesenangan untuk hari ini, sekularisme yang menyingkirkan Tuhan dan hanya meyakini kekuatan diri adalah istilah lain dari egoisme dan ateisme modern. Paham itu hadir dan disebarkan bukan lewat para guru dan rahib mereka di ruang kelas, tapi lewat berbagai gaya hidup yang memikat tapi menjerumuskan. Kita tak bermaksud mengajar anak-anak untuk memusuhi dan menjauhi dunia, tapi justru untuk mengubahnya menjadi tempat yang penuh berkat serta tanda sacramental kehadiran Tuhan.
Mat 14:22-33 (Injil Minggu Biasa XIX/A)
Injil hari ini berkisah tentang Yesus yang berjalan di atas air. Apa arti "berjalan di atas air"? Dipakai kata yang harfiahnya berarti "berjalan mondar mandir", seperti sedang berjalan-jalan santai di taman. Juga ada makna serta "berinteraksi" dengan keadaan dengan tenang dan enak. Dahulu para guru Yahudi sering diceritakan mengajarkan prinsip-prinsip etika kepada para murid mereka sambil "berjalan-jalan", sering tidak dalam arti mondar mandir melangkahkan kaki, melainkan menelusuri pelbagai gagasan, teori, serta pemikiran leluhur dan para cerdik pandai. Begitulah asal usul pengajaran yang biasa dikenal sebagai "halakha", yakni penjelasan yang diturun-temurunkan mengenai hukum dan agama. Diajarkan bagaimana menelusuri perkara-perkara kehidupan dengan santai tapi waspada, tidak tegang dan terpancang pada satu hal saja. Seorang ahli dapat dengan enak meniti arus-arus pemikiran tanpa terhanyut.
Murid-murid melihat ada sosok yang menguasai gerakan-gerakan gelombang. Yesus tidak menggilasnya. Juga pada kesempatan lain ketika menghardik angin dan danau (Mat 8:26 Mrk 4:39 Luk 8:24), Ia cukup menyuruh mereka diam. Itulah tempat mereka yang sebenarnya di hadapan keilahian. Sekarang Yesus malah tidak memakai kata-kata. Ia leluasa berjalan di atas kekuatan-kekuatan itu. Kenyataan-kenyataan yang bisa mengacaukan tidak menggentarkannya. Malah mereka dijinakkan. Ini semua dilihat para murid. Namun mereka tidak serta-merta mengenali siapa Dia itu yang bertindak demikian. Sosok ini datang dari Yang Ilahi atau dari yang jahat? Begitulah cara mereka membeda-bedakan. Tak banyak menolong. Yesus menenangkan dan menyuruh mereka melihat baik-baik bahwa Dialah yang ada di situ. Tak perlu lagi risau akan kekuatan-kekuatan yang menakutkan yang sebenarnya semu dan justru akan benar-benar membahayakan bila dianggap sungguh. Yesus hendak mengajarkan kebijaksanaan yang dihayatinya sendiri. Di padang gurun ia berhasil melewati godaan Iblis dengan budi yang terang, bukan dengan balik menghantam. Pembaca yang jeli akan menghubungkan ketenanganNya itu dengan tindakanNya sebelum datang kepada murid-muridnya: Ia pergi menyendiri dan berdoa, meluruskan serta membangun hubungan dengan keilahian dalam ketenangan. Itulah sumber kebijaksanaanNya.
Ayub 9:8 menyebut Allah yang Mahakuasa "membentangkan langit", dan "berjalan melangkah di atas gelombang-gelombang laut", artinya menguasai kekuatan-kekuatan yang tak terperikan dahsyatnya. Tidak dengan meniadakannya, melainkan dengan mengendalikannya. Ia mengatur alam yang dahsyat itu dengan kebijaksanaaNya. Yesus menyelaraskan diri dengan Yang Mahakuasa yang demikian itu. Ia tetap mengarahkan diri kepadaNya. Dan menurut Matius, nanti pada akhir kisah ini, para murid mengakuinya, "Sesungguhnya Engkau itu Anak Allah." Mereka mulai paham bahwa Yesus membawa keilahian dalam dirinya.
Ayub 9:8 menyebut Allah yang Mahakuasa "membentangkan langit", dan "berjalan melangkah di atas gelombang-gelombang laut", artinya menguasai kekuatan-kekuatan yang tak terperikan dahsyatnya. Tidak dengan meniadakannya, melainkan dengan mengendalikannya. Ia mengatur alam yang dahsyat itu dengan kebijaksanaaNya. Yesus menyelaraskan diri dengan Yang Mahakuasa yang demikian itu. Ia tetap mengarahkan diri kepadaNya. Dan menurut Matius, nanti pada akhir kisah ini, para murid mengakuinya, "Sesungguhnya Engkau itu Anak Allah." Mereka mulai paham bahwa Yesus membawa keilahian dalam dirinya.
To be the friend of Jesus
To provide the best education for our kids is A MUST. Tapi mengecilkan pengaruh gelombang paham-paham modern adalah sebuah kesembronoan yang berakibat fatal. Apakah ketakutan kita terhadapnya sesuatu yang perlu? Simak saja: Yesus sendiri berdoa bagi murid-muridNya. "Aku tidak meminta supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari pada yang jahat" (Yoh 17:15). Yesus tahu bahwa para muridNya masih akan ada di dunia yang sarat dengan godaan yang menjerumuskan dan bakal menjauhkan kita dariNya. Kepada Petrus, Yesus bersabda: “Simon, Simon, lihat, Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu” (Luk 22:31-32). Dalam surat-suratnya Paulus banyak kali menyebutkan bahwa dia berdoa dengan sungguh-sungguh bagi umatnya, karena ada banyak ajaran dan paham yang menyesatkan. Maka tugas kita selain providing the best education, tak bioleh melupakan tugas utama yang lebih penting to bring them close to Jesus. Only with Jesus we can shape a better future, melintasi arus dan gelombang badai jaman. Hanya Dia yang bisa menaklukkan berbagai gelombang itu. Dia tidak mengajak kita untuk memusuhi dunia, tapi untuk menaklukkan dan mengendalikannya.
Minggu 7 Agustus 2011 siang Mgr. Camilus dari Department of Evangelisation Vatican yang selama 16 tahun mengurusi wilayah Indonesia berkunjung ke Seminari Tuka. Beliau menekankan kepada para seminaris: "...our main goal is to be close to Jesus, and only then we can be friend of Jesus, and then we can live His life and mission. How to bring our kids to be closer to Jesus? We spend time with them, to teach them about Jesus, to help them to know Jesus through Bible and Sacraments, especially the Sacrament of Holy Eucharist, the meditation in front of the Blessed Sacrament!"
Jesus never promises about an easy way, but He does promise to be with us always! Be strong, courage! Man and woman of God!
No comments:
Post a Comment